Saturday, June 6, 2015

“Ngruki, Kecurigaan tanpa Akhir,” (Ngruki, Never Ending Suspected), Koran Tempo, Kamis, 22 Desember 2005


Koran Tempo, Kamis, 22 Desember 2005
http://korantempo.com/korantempo/2005/12/22/Opini/krn,20051222,73.id.html

Ngruki, Kecurigaan tanpa Akhir




Edi Sudarjat
ANGGOTA BADAN KERJA SAMA PONDOK PESANTREN INDONESIA

Departemen Agama pernah menyatakan akan meneliti kurikulum pengajaran di Pondok Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, dan Pondok Pesantren Al-Islam, Lamongan, Jawa Timur. Penelitian ini untuk membuktikan benar atau tidaknya kecenderungan paham radikalisme di dua pesantren tersebut. Rencana penelitian terhadap Pesantren Ngruki itu terasa aneh. Soalnya, Departemen Agama sudah melakukan penelitian serupa dua tahun lalu dan hasilnya menyatakan bahwa kurikulum pengajaran di Pesantren Ngruki tidak keliru alias oke-oke saja.

Riset oleh tim Peneliti Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Departemen Agama itu dilakukan berbulan-bulan lamanya dan dipublikasikan di bawah judul Rangkuman Hasil Penelitian Pondok Pesantren Islam Al-Mukmin, Ngruki, Solo, Sukoharjo, Surakarta (Studi tentang Sistem Pendidikan, Paham, dan Jaringan Keagamaan). Keseriusan riset ini tampak dari proses yang dijalankan, seperti pengamatan terlibat, wawancara mendalam, diskusi, dan studi dokumen. Pengumpulan data lapangan dilaksanakan 15 hari (9-23 Februari 2003) di Ngruki dan sekitarnya. Tim peneliti juga melakukan proses member check, audiensi dengan dosen dan peneliti Pusat Penelitian UMS Surakarta serta pejabat Departemen Agama di Kabupaten Sukoharjo.

Mengenai sistem pengajaran di Ngruki, riset ini melaporkan, "Dalam proses pembelajarannya senantiasa ditanamkan semangat dakwah dan jihad (kurikulum tersembunyi). Khotbah Idul Adha, khotbah Jumat, tausiyah, dan taklim cukup sarat dengan pesan-pesan semangat dakwah dan jihad, menantang kebatilan dan kezaliman. Dalam kurikulum formal memang tidak ada fikih jihad dan qital, tapi dalam proses pembelajaran tidak luput dari materi jihad dan qital" (halaman 6).

Kemudian pada bab Kesimpulan dan Rekomendasi (halaman 15) dinyatakan, "Pesantren Ngruki sebagai lembaga pendidikan Islam yang berdasarkan paham keagamaan salafi haraki telah mendidik generasi muda Islam yang memiliki pandangan yang bersifat tekstual literal sehingga memiliki pandangan kritis dan memiliki semangat istiqamah (konsistensi) dalam mengamalkan keyakinan dan pandangan agamanya. Semangat istiqamah dan jihad untuk melakukan dakwah yang ditanamkan Pesantren Ngruki kepada para santri ini yang perlu terus dihidupkan. Namun, pada sisi lain semangat istiqamah dan jihad tersebut tidak mengarah pada menafikan kebenaran atau menghargai pendapat orang yang berbeda. Di sinilah perlunya pemimpin Ngruki membuka diri untuk mengembangkan kurikulum dengan kajian lintas mazhab (muqaranatul mazahib) sekaligus memperkuat kajian metodologi penetapan hukum syar'i (syariah) serta tarikh tasyr'i (sejarahnya)."

Riset Departemen Agama ini menjelaskan bahwa tidak ada unsur radikalisme yang berbahaya di Ngruki. Ia malah merekomendasikan bahwa semangat istiqamah dan jihad untuk melakukan dakwah yang ditanamkan Pesantren Ngruki perlu terus dihidupkan, seraya tidak menafikan kebenaran atau menghargai pendapat orang yang berbeda. Kalau begitu, perlukah penelitian yang sama dilakukan? Tidakkah ini hanyalah kecurigaan tiada akhir terhadap Ngruki?
*  *  *
Di sisi lain, benarlah ada segelintir alumnus Ngruki yang terlibat dalam aksi pengeboman di Indonesia dan Filipina. Tapi kenyataan ini tidak dapat membenarkan tuduhan ICG dalam “Jemaah Islamiyah in Southeast Asia: Damaged but Still Dangerous” (halaman 5) bahwa Ngruki adalah kepala para pesantren yang berkaitan erat dengan organisasi teroris Jemaah Islamiyah dan menyebarkan ajaran jihad (ekstrem).

Argumentasi dan buktinya, pertama, mereka yang terlibat aksi pengeboman itu telah lama meninggalkan Pesantren Ngruki. Kebanyakan mereka meninggalkan Ngruki lebih dari 10 tahun yang lalu. Sebagian besar dari mereka ikut berperang di Afganistan melawan Uni Soviet atau ikut berlatih di kamp militer di Filipina serta belajar di lembaga pendidikan agama formal atau nonformal lainnya. Dengan demikian, lebih tepat bila diduga kuat bahwa pola pikir dan tindakan mereka dibentuk oleh lembaga lain di luar Ngruki.

Kedua, sejak Pesantren Ngruki berdiri pada 1972 hingga sekarang terdapat sekitar 5.000 orang yang pernah belajar di sana. Dari ribuan alumni itu, yang terlibat dalam tindakan kekerasan hanya lusinan orang. Tindakan itu pun dilakukan sekitar 10 tahun setelah mereka meninggalkan pesantren. Jika benar Ngruki adalah pusat pengajaran teroris, mengapa hanya lusinan orang yang terlibat dalam aksi kekerasan? Lusinan orang dibanding 5.000 orang, jelas menunjukkan Ngruki tidak mengajarkan terorisme.

Selain itu, mengapa mesti menunggu sampai sekitar 10 tahun? Jika Ngruki mengajarkan kekerasan, tentu dalam satu atau dua tahun mereka akan aktif dalam gerakan itu.

Berbagai pihak yang mencurigai Ngruki terkait dengan jaringan teroris internasional, atau setidak-tidaknya mengajarkan paham jihad yang salah, seyogianya mencermati dua bukti dan argumentasi ini. Sejauh riset yang sedang dikerjakan oleh penulis mengenai Ngruki, ditemukan fakta-fakta penting yang mampu menjelaskan bahwa Ngruki tidak terkait dengan aksi terorisme. *

No comments:

Post a Comment