Saturday, November 21, 2015

Republika, Resensi Bogor Masa Revolusi (1945-1950), Sholeh Iskandar dan Batalyon O, Siliwangi



Rubrik        :   Resensi Buku
Data buku   :   Edi Sudarjat, Bogor Masa Revolusi 1945-1950, Sholeh Iskandar dan Batalyon O Siliwangi, Depok: Komunitas Bambu, 2015. (xxiv + 182 hlm; 14 x 21 cm)
Judul          :   Bogor Masa Revolusi (1945-1950): Buku Sejarah yang Menggugah dan Menyenangkan


Tidak banyak buku sejarah seperti ini: penting, menarik, menyenangkan, sekaligus ilmiah.  Penting karena buku ini mengisahkan perjuangan rakyat Bogor di masa revolusi (1945-1950): sebuah topik langka. Sejauh ini hanya ada dua buku dengan topik sejenis, tetapi tidak disajikan untuk umum, melainkan untuk memenuhi keperluan dinas pemerintahan di Kabupaten Bogor.

Menarik karena dihiasi foto-foto langka yang ekslusif dan menampilkan cukup banyak riwayat tokoh lokal di Bogor. Selama ini para tokoh itu hanya diketahui masyarakat sebagai nama jalan, seperti Jl. KH Sholeh Iskandar, Jl. KH Abdullah bin Nuh, Jl. Kapten H Dasuki Bakri, dan Jl. H. Ace Tabrani.

Khusus KH Sholeh Iskandar, sesungguhnya ia bukan tokoh lokal, melainkan nasional, dengan pencapaian internasional. Tak heran bila sejak tahun 1995 ia diusulkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat sebagai pahlawan nasional, bersama M. Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, KH Noer Alie dan Kasman Singodimedjo. Gelar pahlawan nasional itu telah dianugerahkan pemerintah kepada KH Noer Alie pada 2006, M. Natsir pada 2008, dan Sjafruddin Prawiranegara pada 2011. KH Sholeh Iskandar dan Kasman Singodimedjo belum memperoleh anugerah tersebut, kendati bagi umat Islam, keduanya sejak lama dipandang sebagai pahlawan.

Lebih jauh, buku ini disebut menyenangkan, karena disajikan dengan bahasa yang enak dibaca—tidak bikin kepala kita puyeng—dan menampilkan sisipan kisah-kisah yang manusiawi dalam perjuangan. Misalnya: 
(1) sejumlah tentara India-Inggris Muslim yang bergabung dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI); 
(2) Mayor A.E. Kawilarang yang naik pangkat hanya dalam waktu 10 menit. Belakangan tahun kemudian Kawilarang menjadi pendiri pasukan elite Indonesia yang kini dinamai Kopassus, dan; 
(3) komentar dari Komandan Markas Besar Tentara Letjen. Urip Sumoharjo ketika menginspeksi satu batalyon pasukan di Sumedang yang semuanya hanya bersenjatakan bambu runcing; sehingga ia berbisik kepada Panglima Divisi Siliwangi A.H. Nasution, “Nas..., kamu suruh saya memeriksa pagar bambu?”   

Di samping itu, kadar ilmiah buku ini tampak dari ketaatan penulisnya mematuhi metode penulisan sejarah, seraya menampilkan arsip-arsip dari Indonesia dan Belanda yang tidak mudah diperoleh. 
*  *  *
Wajarlah bila acungan jempol terhadap penulis dan buku ini datang dari sejarawan muda JJ Rijal.  Melalui facebook-nya, Rijal menulis, “[Edi Sudarjat] senior saya yang dulu mahasiswa sejarah di FSUI (kini FIB UI) dan terutama cemerlang dalam sejarah pergerakan nasional sampai revolusi Indonesia. Ia senior dari kelompok Islam yang kalau menulis mengingatkan saya pada almarhum Deliar Noer. Sangat berwibawa karena kekuatan analisis dan datanya, tetapi menarik juga karena Kang Edi, begitu saya memanggilnya, memiliki gaya narasi sastera.

Bukan saja berkisah, tetapi juga menunjukkan ekspresi total untuk memasuki dan memahami alam pikiran zaman bersiap serta perasaan tokoh-tokohnya yang elit maupun alit, sebut saja kisah laskar rakyat. Seperti biasa kekuatannya dalam data pustaka dan arsip diperkaya oleh wawancara yang luas yang menjadi basis sebuah sejarah lisan sebagai sumber yang memungkinkan suara dan kisah yang tidak tercatat bahkan dihapuskan, dapat tampil kembali.

Alhasil buku ini bukan saja sapuan-sapuan besar, tetapi juga petit histoire atau sejarah kecil berkelindan bersuara, bercerita sejarah. Apalagi dilengkapinya pula dengan sejumlah foto-foto dari arsip koran, majalah sezaman, dan teristimewa foto koleksi pribadi orang-orang yang terlibat revolusi Bogor itu. Sungguh buku kecil yang menggugah dan menggembirakan...”
* * *
Buku ini terdiri dari dua bab, pertama, Sekilas tentang Berdirinya TNI & Batalyon O Tirtayasa Siliwangi, dan; kedua, Perjuangan Rakyat Bogor di Masa Revolusi.

Bab pertama mengantarkan pembaca di zaman sekarang memahami zaman revolusi, berikut dinamika yang terjadi waktu itu. Dengan demikian, pembaca akan memahami bahwa perjuangan di masa itu dilakukan oleh segenap rakyat, termasuk para pejuang perempuan, bukan melulu oleh tentara dan elit politik.

Bab kedua memaparkan perjalanan revolusi di Bogor, berikut puluhan pimpinan pejuang yang terlibat di dalamnya. Tidak banyak yang tahu bahwa pernah terjadi kudeta di Bogor yang dilancarkan oleh Ki Nariya, namun tidak berlangsung lama karena berhasil ditumpas oleh pasukan gabungan TNI dan laskar.

Akhirnya, sekilas paparan tentang isi buku ini semoga dapat menggugah Anda untuk menelusuri baris demi baris fakta sejarah, berikut foto-fotonya yang memikat yang dituangkan dalam buku tersebut.***

No comments:

Post a Comment