Hanura: Bakal Besar atau Gurem?
Koran Tempo, 22 Agustus 2008
Edi Sudarjat, peneliti di Indonesian Research and Development Institute
Belakangan ini sering kita dengar
pertanyaan berapa suara yang akan diraih Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)?
Apakah Hanura akan menjadi partai besar yang mampu menerobos ke jajaran tujuh
partai besar yang menguasai kursi di Dewan Perwakilan Rakyat?
Pertanyaan di atas, berikut perhitungan
orang bahwa Hanura akan menjadi partai besar, merupakan hal yang wajar.
Pertimbangan orang adalah, pertama, Hanura dipimpin tokoh ternama, Wiranto,
mantan Panglima TNI serta Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan. Dalam
jagat politik di Indonesia ,
ketokohan atau kepemimpinan memang mampu menyedot suara pemilih. Demikian yang
terungkap dalam penelitian mengenai perilaku pemilih (Liddle dan Mujani, 2007).
Kedua, ketika Wiranto maju menjadi calon
presiden resmi dari Partai Golkar berpasangan dengan Salahuddin Wahid pada
pemilihan presiden 2004, Wiranto sukses mendulang 22,15 persen suara. Cukup
banyak orang yang berpikir, perolehan suara tersebut merupakan modal penting
untuk bertarung dalam Pemilu 2009. Kemudian orang menggunakan matematika
sederhana (yang sebenarnya menyesatkan) sebagai berikut: jika Wiranto berhasil
mengumpulkan suara setengah dari suaranya di waktu pemilihan presiden dulu,
Hanura bakal meraih 11 persen suara. Artinya, Hanura akan bertengger di posisi
ketiga, setelah Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang
pada Pemilu 2004 meraih 21,6 persen dan 18 persen suara.
Ketiga, Hanura berhasil menarik sejumlah
tokoh masyarakat dan pengurus dari partai politik lainnya ke dalam jajaran
pengurusnya. Keempat, para pengurus Hanura tampaknya memiliki dompet cukup
tebal. Hal ini terlihat dari kantor-kantor Hanura di kota-kota besar di Indonesia , yang
cukup megah dan terletak di jalan-jalan utama. Kegiatan Hanura juga berlangsung
cukup meriah.
*
Berbeda dengan pertimbangan kebanyakan
orang seperti di atas, kita akan menganalisis seberapa besar kemungkinan
perolehan suara Hanura berdasarkan dua kali survei nasional Indonesian Research
and Development Institute (IRDI), yang dilakukan pada Maret 2008 dan Juli 2008.
Responden survei ini berjumlah 2.600 orang--jumlah responden terbesar dalam
survei politik di Indonesia --yang
tersebar secara proporsional di 33 provinsi dan di 260 desa/kelurahan.
Responden adalah penduduk Indonesia
berumur minimal 17 tahun atau sudah menikah dan diwawancarai oleh pewawancara
yang terlatih. Proporsi responden laki-laki berbanding perempuan adalah 50 :
50; proporsi pedesaan berbanding perkotaan 57,3 persen : 42,7 persen, dengan
tingkat kepercayaan (significant level) 95 persen dan sampling error
± 1,9 persen.
Dari survei nasional IRDI pada Juli 2008,
diketahui bahwa mayoritas responden (84,8 persen) tidak mengenal partai baru;
yang mengenal hanya 15,2 persen. Yang menarik, partai baru yang paling mereka
kenal adalah Hanura: 11,4 persen. Angka pengenalan ini meningkat dibanding
survei IRDI pada Maret 2008. Saat itu Hanura dikenal 7 persen responden. Dengan
demikian, kerja keras Hanura memperkenalkan dan mempopulerkan dirinya tergolong
baik.
Dibanding lusinan partai baru lainnya,
tingkat pengenalan orang atas Hanura sangat tinggi. Partai baru lainnya cuma
dikenal segelintir responden, dengan perincian sebagai berikut: Gerindra
dikenal 1,14 persen responden; Partai Kebangkitan Nasional Ulama dikenal 0,71
persen responden; Partai Demokrasi Pembaruan 0,51 persen; Partai Peduli Rakyat
Nasional 0,39 persen; Partai Matahari Bangsa 0,24 persen; Partai Karya
Perjuangan 0,08 persen; Partai Patriot 0,08 persen; Partai Republikan 0,08
persen; Partai Buruh 0,08 persen; dan Partai Demokrat Sejahtera 0,08 persen.
Berbeda dengan popularitasnya yang tinggi,
tingkat kedekatan responden dengan Hanura sangat rendah, hanya 1,74 persen.
Apalagi tingkat keterpilihan (elektabilitas) Hanura, benar-benar sangat rendah:
0,36 persen. Elektabilitas ini diukur dengan pertanyaan, "Jika pemilihan
umum dilakukan hari ini, partai manakah yang akan Anda pilih?" Pada survei
IRDI Juli 2008, responden yang memilih PDIP 26,3 persen; yang memilih Golkar
24,6 persen; Partai Demokrat (PD) 11,2 persen; Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
9,12; dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 5 persen. Posisi berikutnya ditempati
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 4 persen; Partai Amanat Nasional (PAN) 3,27
persen; Partai Bulan Bintang 0,5 persen; Partai Bintang Reformasi 0,38 persen;
dan Hanura 0,36 persen.
Dengan demikian, jika pemilu dilakukan
pada Juli 2008, Hanura akan memperoleh suara sekitar 0,36 persen. Untuk
menyamai PAN, yang menempati urutan ketujuh pada Pemilu 2004 dan urutan ketujuh
pada survei nasional IRDI Juli 2008 dengan elektabilitas 3,27 persen, Hanura
mesti menggenjot elektabilitasnya dari 0,36 persen mencapai 3,27 persen.
Artinya, Hanura harus meningkatkan elektabilitasnya sembilan kali lipat lebih
atau 908 persen!
Mengingat Pemilu 2009 akan dilaksanakan
sembilan bulan lagi, mampukah Hanura mendongkrak elektabilitas
sekurang-kurangnya 908 persen dalam waktu sembilan bulan? Rasanya benar-benar
sulit. Peningkatan elektabilitas ini, selain melalui kampanye, bisa dengan
menyedot suara partai lain. Misalnya Hanura menyedot suara dari pemilih Golkar,
mengingat Wiranto dulu kandidat presiden dari Golkar. Harapan lainnya adalah
Hanura menampung suara yang lari dari PD. Sebagai partai baru, PD belum
memiliki basis massa
yang kukuh.
Namun, menyedot suara yang lari dari
Golkar tidak mudah dilakukan. Soalnya, pemilih Golkar loyalitasnya sangat
tinggi, 79,25 persen. Artinya, responden yang memilih Golkar pada Pemilu 2004
dan pada Juli 2008 telah memutuskan akan memilih Golkar lagi pada 2009
berjumlah 79,25 persen. Menyedot suara dari PD lebih mudah dilakukan lantaran
loyalitas pemilih PD tidak begitu tinggi, yakni 44,3 persen.
Masalahnya, Hanura mesti berebut dengan
partai-partai lain untuk memikat pemilih PD. Bersamaan dengan itu, mesti
diasumsikan bahwa sampai Pemilu 2009 pengurus PD tidak banyak berbuat untuk
menarik kembali pemilihnya. Rasanya asumsi ini juga sulit berlaku, mengingat
menjelang pemilu seluruh partai pasti bergerak lebih cepat dan lebih lincah.
Alhasil, jika tidak ada momentum politik yang menguntungkan Hanura
dalam sembilan bulan ke depan dan kondisi tetap stabil seperti sekarang, dapat
diduga Hanura tidak akan mampu menerobos ke posisi tujuh partai besar.***