Monday, March 14, 2016

TENTARA INDIA INGGRIS MEMIHAK DAN MENYEBERANG KE RI


TENTARA INDIA INGGRIS MEMIHAK DAN MENYEBERANG KE RI 

Di antara tentara Inggris yang bertugas ke Indonesia, terdapat Brigade India ke-36. Mereka adalah orang India dari Rawalpindi (kemudian wilayah ini menjadi bagian negara Pakistan) yang berperang untuk Kerajaan Inggris. Rawalpindi diduduki Inggris sejak tahun 1849 dan Inggris membangun wilayah ini sebagai markas tentara mereka. Orang India dapat bergabung sebagai anggota pasukan Inggris. Kepala Staf Brigade India yang ditempatkan di Bogor ialah Mayor Sjahwar Khan. 

Tentara India, lebih-lebih yang beragama Islam, terus-terang menunjukkan simpatinya terhadap bangsa Indonesia. Dengan terang-terangan mereka memperlihatkan kebenciannya kepada Belanda. Soalnya, orang India yang tinggal di Afrika Selatan, bertahun-tahun lamanya dihina dan ditindas oleh orang-orang putih keturunan Belanda di sana. 

Pasukan-pasukan India seringkali mengarahkan tembakan ke atas, tidak mau menembak pejuang RI. Tak jarang mereka memberikan senjata-senjata, sekalipun sedikit jumlahnya. Sebagian dari mereka ada yang melarikan diri dari kesatuannya, untuk bergabung dengan pejuang kita. Penyebrangan mereka diketahui ke pihak RI umumnya direstui komandannya, kendati tidak terang-terangan. Beberapa yang “hijrah” itu ada yang bergabung dengan Batalyon O Tirtayasa Siliwangi, seperti Miahan Khan dan Abdul Ghofur. 

Panglima Siliwangi A.H. Nasution menyaksikan langsung pemihakan tentara India tersebut. Ia menuturkan, pada Oktober 1945, ia melihat satu kelompok pasukan kita bersenjata beberapa pucuk bedil menghadang konvoi Inggris yang dikawal prajurit-prajurit India. Mereka membangun rintangan dan menembaki musuh. Lantaran mereka belum terlatih bertempur, tanpa diketahui, posisi mereka telah dikepung pasukan India.

Namun, perwira India itu tidak menembak, malah berpidato pendek, seperti kultum (kuliah tujuh menit di pengajian) dan membubarkan anak-anak muda kita. Si perwira itu berpesan agar jangan melawan prajurit-prajurit India, karena mereka bersimpati kepada Republik. Tak lupa pula perwira itu menganjurkan supaya anak-anak berlatih dahulu sebelum bertempur sungguh-sungguh. 

Seorang tentara India Muslim bahkan pernah berpidato di depan corong radio Bogor: 
“Saya sudah 5 tahun masuk tentara Inggris. Inggris berkata, bahwa kita harus berperang membasmi fasis Italia, Jerman, dan Jepang, tetapi terbukti kita disuruh membunuh saudaraku-saudaraku sendiri bangsa Indonesia yang beragama Islam. 

Kalau bangsa Indonesia kita bunuh, matinya syahid, tetapi kamu hai saudara-saudaraku prajurit India yang kucintai, kalau kamu mati, apakah arti matimu itu? 

Saya sekarang sudah di tengah-tengah bangsa Indonesia yang baik budi. Saudara-saudaraku, tinggalkanlah tangsi dan bergabunglah dengan saudara-saudaramu bangsa Indonesia. Kamu akan diterima dengan baik, diberi pakaian, makanan dipelihara dengan sebaik-baiknya, sebelum kamu dapat jalan pulang ke India”.
*** 
Sumber: A.H. Nasution, Sekitar Perang Kemerdekaan Jilid II, hlm. 31 dan 322; Edi Sudarjat, Bogor Masa Revolusi (1945-1950), Sholeh Iskandar & Batalyon O, Tirtayasa, Siliwangi.

Monday, March 7, 2016

Jenderal Urip inspeksi "pagar bambu"



Letjen Oerip SOEmohardjo:
Memeriksa “Pagar Bambu”

Pada awal April 1946, Kepala Staf Umum Markas Besar Tentara (MBT) Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo menginspeksi batalyon-batalyon pasukan TRI yang hanya bersenjata bambu runcing di Tanjungsari, Sumedang, Jawa Barat, didampingi Panglima Divisi III Priangan Kolonel Abdul Haris Nasution.
Ketika Jenderal Oerip menginspeksi pasukan, maka pasukan itu meneriakkan, “hormat senjata” secara militer dengan bambu runcing. Jenderal Oerip adalah tentara profesional Hindia Belanda berpangkat Mayor dan merupakan salah seorang Indo

nesia yang paling tinggi pangkatnya dalam KNIL. Ia tahu benar bahwa pasukan bermodal bambu runcing akan menjadi mangsa senjata api musuh yang modern dan lengkap, tetapi ia mengagumi semangat juang pasukannya. Ia menyambut “hormat senjata” itu dengan khidmat, lalu bergurau sambil berbisik kepada Nasution, “Nas, kamu suruh saya memeriksa pagar bambu.”

Sumber:
A.H. Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 1, hlm. 217.
Edi Sudarjat, BOGOR MASA REVOLUSI 1945-1950, Sholeh Iskandar dan Batalyon O Siliwangi (Jakarta, Komunitas Bambu, 2015), hlm, 19.